Dalam beberapa tahun terakhir, layanan PayLater menjadi salah satu inovasi finansial yang sangat digemari oleh masyarakat, terutama kaum milenial dan Gen Z. 

Kemudahan Angkaraja untuk berbelanja tanpa harus membayar langsung seolah memberikan napas panjang bagi mereka yang ingin memiliki barang impian atau menikmati layanan tertentu. 

Namun, di balik kemudahan ini, ada sebuah fenomena yang semakin marak, yaitu Doom Spending. Doom Spending merujuk pada kebiasaan belanja berlebihan yang dipicu oleh ketersediaan opsi pembayaran tertunda, dan ini sering kali menjadi penyebab utama membengkaknya tagihan PayLater. 

Tanpa disadari, kebiasaan ini dapat berdampak negatif terhadap kondisi keuangan, terutama jika tidak dikendalikan dengan baik.

Apa Itu Doom Spending?

Doom Spending berasal dari kata “doom” yang berarti kehancuran atau keburukan yang tak terelakkan, dan “spending” yang berarti pengeluaran. 

Secara sederhana, Doom Spending adalah pola konsumsi yang tidak terkontrol, di mana seseorang terus menerus melakukan pembelian tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya, terutama saat menggunakan metode pembayaran seperti PayLater. 

Karena PayLater Situs Angkaraja memberikan keleluasaan untuk menunda pembayaran, banyak orang merasa seolah-olah mereka memiliki “uang tambahan”, padahal sesungguhnya itu hanyalah utang yang harus dibayar di kemudian hari. Fenomena ini berpotensi besar menimbulkan krisis keuangan pribadi jika tidak diantisipasi dengan baik.

Bagaimana PayLater Memicu Doom Spending?

Layanan PayLater memang menawarkan kenyamanan yang luar biasa. Bayangkan kamu sedang browsing di platform e-commerce favoritmu, menemukan gadget terbaru atau pakaian yang sudah lama kamu idamkan, dan muncul opsi “Bayar nanti” atau “Cicilan tanpa bunga”. 

Tentu saja, ini adalah tawaran yang sangat menggoda, terutama jika saat itu kamu sedang tidak memiliki cukup uang tunai. Opsi ini seakan-akan memberikanmu ruang untuk tetap membeli tanpa perlu khawatir soal pembayaran langsung.

Namun, justru inilah yang menjadi masalah. Dengan adanya PayLater, banyak orang akhirnya tergoda untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan atau melebihi kemampuan finansial mereka. 

Pembayaran yang ditunda membuat konsumen merasa aman, tanpa sadar bahwa utang sedang menumpuk. Dalam banyak kasus, ketika tagihan akhirnya datang, konsumen sering kali terkejut melihat jumlahnya yang jauh lebih besar dari perkiraan.

Studi menunjukkan bahwa kebanyakan konsumen yang menggunakan layanan PayLater cenderung lebih boros dan melakukan pembelian impulsif dibandingkan mereka yang menggunakan uang tunai atau kartu debit. 

Ini karena adanya ilusi psikologis bahwa “pembayaran nanti” memberikan lebih banyak kebebasan finansial. Padahal, utang yang tertunda tetap harus dilunasi, dan sering kali bunga atau denda akan dikenakan jika pembayaran dilakukan terlambat.

Dampak Doom Spending terhadap Keuangan

Sebuah survei yang dilakukan oleh salah satu platform keuangan di Indonesia menunjukkan bahwa lebih dari 60% pengguna PayLater mengaku mengalami kesulitan dalam melunasi tagihan mereka tepat waktu. 

Tidak hanya itu, sebagian besar dari mereka juga menyatakan bahwa tagihan PayLater mereka sering kali membengkak akibat kebiasaan belanja impulsif. Dampak ini tentu sangat meresahkan, terutama bagi mereka yang tidak memiliki manajemen keuangan yang baik.

Contoh kasus yang sering terjadi adalah saat seseorang membeli barang-barang dengan promo atau diskon besar melalui PayLater. Saat pembayaran dilakukan secara tertunda, mereka tidak merasa terbebani. 

Namun, ketika tagihan mulai datang—dan ditambah dengan pembelian lainnya mereka akhirnya kesulitan untuk melunasi semuanya. Akibatnya, bunga mulai berjalan, dan beban finansial semakin bertambah.

Lebih buruk lagi, beberapa orang harus meminjam uang atau menggunakan kartu kredit untuk membayar tagihan PayLater, yang pada akhirnya menciptakan lingkaran utang yang sulit dihindari. Ini adalah contoh nyata dari bagaimana Doom Spending dapat menghancurkan kesehatan finansial seseorang.

Mengapa Doom Spending Terjadi?

Ada beberapa alasan mengapa Doom Spending menjadi semakin umum di era digital ini. Pertama, adalah godaan dari diskon dan promo yang sangat mudah diakses melalui platform e-commerce. 

Banyak konsumen merasa bahwa mereka harus segera mengambil kesempatan tersebut, karena diskon besar mungkin tidak akan terulang. Ini memicu pembelian impulsif, yang sering kali berujung pada penyesalan ketika tagihan datang.

Kedua, adalah pengaruh media sosial. Di era di mana segala sesuatu harus diunggah dan dibagikan, banyak orang merasa perlu untuk selalu mengikuti tren terbaru, baik itu fashion, gadget, atau gaya hidup. 

Keinginan untuk terlihat “up-to-date” sering kali mendorong konsumen untuk berbelanja barang-barang yang sebenarnya tidak diperlukan, hanya demi mendapatkan validasi sosial.

Ketiga, kurangnya literasi finansial menjadi faktor yang sangat penting. Banyak pengguna PayLater tidak benar-benar memahami syarat dan ketentuan yang berlaku. 

Mereka tidak menyadari bahwa meskipun ada opsi cicilan tanpa bunga, jika pembayaran terlambat, mereka akan dikenakan denda yang bisa cukup besar. Ini menunjukkan pentingnya pengetahuan dasar tentang pengelolaan keuangan sebelum menggunakan layanan seperti PayLater.

Cara Menghindari Doom Spending

Meskipun Doom Spending bisa tampak menakutkan, ada beberapa cara yang bisa kamu lakukan untuk menghindarinya. Pertama, selalu buat anggaran sebelum berbelanja. 

Pastikan kamu mengetahui dengan pasti berapa banyak uang yang kamu miliki dan berapa yang bisa kamu keluarkan. Jangan tergoda untuk membeli barang hanya karena tersedia opsi pembayaran tertunda.

Kedua, disiplin dalam mengelola utang PayLater. Cobalah untuk membayar tagihan tepat waktu dan hindari menunda pembayaran. Jika memungkinkan, bayar penuh tagihanmu sebelum jatuh tempo agar terhindar dari bunga atau denda.

Ketiga, evaluasi setiap pembelian. Tanyakan pada dirimu sendiri apakah barang yang akan dibeli benar-benar diperlukan atau hanya keinginan sesaat. Jika jawabannya adalah yang kedua, pertimbangkan untuk menunda pembelian atau menabung terlebih dahulu.

Selain itu, kamu juga bisa menggunakan metode “30-Day Rule”, yaitu menunggu selama 30 hari sebelum memutuskan untuk membeli barang yang harganya cukup mahal. 

Jika setelah 30 hari kamu masih merasa barang tersebut benar-benar diperlukan, maka lakukan pembelian. Namun, jika tidak, kamu akan menyadari bahwa itu hanya keinginan impulsif.

Kesimpulan

Fenomena Doom Spending memang menjadi masalah serius di era digital ini, terutama dengan kemudahan yang ditawarkan oleh layanan PayLater. 

Kebiasaan belanja impulsif dan kurangnya literasi finansial sering kali menjadi penyebab utama membengkaknya tagihan dan berujung pada masalah keuangan yang lebih besar. 

Oleh karena itu, penting untuk memahami risiko yang ada dan mengelola keuangan dengan bijak. Dengan disiplin dan perencanaan yang matang, kamu dapat menikmati kemudahan PayLater tanpa harus terjerumus dalam jebakan Doom Spending yang berbahaya.

Pada akhirnya, keberhasilan menghindari Doom Spending bukan hanya soal kemampuan finansial, tetapi juga soal disiplin diri dan kesadaran akan kebiasaan belanja. Jangan biarkan kenyamanan jangka pendek mengorbankan stabilitas keuanganmu di masa depan.