Jakarta – Karin Zulkarnaen, yang memimpin Departemen Komunikasi di Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI). Mengungkapkan bahwa selama periode Januari hingga Maret 2025, industri asuransi jiwa telah membayarkan klaim dan manfaat total mencapai Rp38,16 triliun kepada 3,74 juta orang.

Dia mencatat bahwa angka ini mengalami penurunan sebesar 11,1 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya dari total klaim yang dibayarkan pada triwulan I 2024 yang mencapai Rp42,93 triliun.

“Penurunan sebesar 11,1 persen dari tahun lalu terutama disebabkan oleh berkurangnya klaim penarikan sebagian dan pembatalan, yang masing-masing untuk triwulan I 2025 tercatat sebesar Rp3,72 triliun dan Rp19,20 triliun,” jelas Karin Zulkarnaen dalam sebuah konferensi pers di Jakarta pada cvtogel hari Kamis.

Dia juga menyatakan bahwa data ini menunjukkan adanya kestabilan dalam perilaku nasabah. Untuk berasuransi dalam jangka waktu yang lebih panjang.

Karin menambahkan bahwa untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir, total klaim asuransi kesehatan. Mengalami penurunan sebesar 2,2 persen, mencapai Rp5,83 triliun antara Januari hingga Maret 2025.

“Meskipun ada penurunan, kami akan terus memantau perkembangan klaim kesehatan ke depan. Kami berharap melalui kolaborasi lintas sektor, reformasi sistem kesehatan dapat membantu mengendalikan inflasi biaya kesehatan,” ujar Karin.

Terkait penerbitan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 7/SEOJK. 05/2025 yang berkaitan dengan Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan, ia menambahkan bahwa diharapkan aturan ini mampu menciptakan ekosistem asuransi kesehatan yang lebih baik dan memberikan perlindungan yang optimal kepada masyarakat.

Dia juga mencatat bahwa regulasi baru ini menyertakan kewajiban co-payment, yang merupakan bagian dari biaya yang harus dibayar pasien, yaitu sebesar 10 persen dari total biaya pengobatan.

AAJI menyatakan bahwa penerapan skema co-payment dalam industri asuransi, baik di dalam negeri maupun luar negeri, bukanlah hal yang baru dan SEOJK ini hanya memperkuat pelaksanaannya.

Karin menambahkan bahwa skema ini memiliki potensi untuk menurunkan premi serta mendukung para pelaku jasa asuransi dalam menghadapi inflasi medis yang menurut Mercer, perusahaan broker asuransi dari Amerika Serikat, diperkirakan mencapai 19 persen di Indonesia tahun ini.

Dia menjelaskan bahwa untuk mengatasi inflasi medis, semua pihak perlu berkolaborasi dalam mendukung ekosistem asuransi kesehatan nasional, termasuk nasabah.

“Ini akan membantu nasabah menjadi lebih bijak dalam memilih perawatan yang sesuai dengan kebutuhan mereka saat menjalani perawatan medis. Skema serupa juga telah diterapkan di banyak negara, termasuk negara maju dan di Asia,” tambahnya.

SEOJK Nomor 7/SEOJK. 05/2025 akan efektif mulai 1 Januari 2026 dan semua perusahaan asuransi diwajibkan untuk melakukan penyesuaian pada produk mereka paling lambat 31 Desember 2026.