Autoimmune encephalitis atau ensefalitis autoimun adalah jenis peradangan otak yang terjadi akibat gangguan autoimun. Pada kondisi ini, sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang sel dan jaringan yang sehat di otak atau sumsum tulang belakang. Sebetulnya, apa penyebab ensefalitis autoimun dan bagaimana cara mengobatinya? Mari ketahui jawabannya dalam artikel berikut ini.

Apa itu Ensefalitis Autoimun?

Seperti yang telah dijelaskan bahwa ensefalitis autoimun adalah peradangan otak yang terjadi karena sistem imun tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang jaringan yang sehat pada otak maupun sumsum tulang belakang. Kondisi ini tergolong langka dan cenderung kompleks serta dapat menyebabkan perubahan pada kesehatan fisik maupun mental secara cepat. Ensefalitis autoimun merupakan penyebab radang otak noninfeksi yang paling sering terjadi.

Secara umum, autoimmune encephalitis dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, di antaranya sebagai berikut:

  • Acute disseminated encephalomyelitis (ADEM).
  • Hashimotos’s encephalopathy.
  • Anti-NMDA receptor encephalitis.
  • LG11/CASPR2-antibody encephalitis.
  • Limbic encephalitis.
  • Rasmussen’s encephalitis.

Data epidemiologi mengenai ensefalitis autoimun kurang dilaporkan karena gejala yang bervariasi dan terdapat banyak antibodi yang bertanggung jawab menyebabkan kondisi ini. Prevalensi ensefalitis autoimun bervariasi antara 0,7–12,6 per 100.000 orang.

Penyebab Ensefalitis Autoimun

Secara umum, penyebab terjadinya ensefalitis autoimun masih belum diketahui secara pasti. Namun, para ahli menduga bahwa kondisi ini bisa dipicu oleh beberapa hal. Adapun sejumlah hal yang dapat memicu terjadinya ensefalitis autoimun, di antaranya:

  • Paparan virus atau bakteri tertentu, seperti virus herpes simpleks serta bakteri Streptococcus.
  • Pertumbuhan teratoma (jenis tumor yang terbentuk dari sel-sel yang bisa berkembang menjadi berbagai jenis jaringan, seperti rambut, otot, gigi, dan tulang), terutama di area ovarium. Kondisi ini bisa membuat sistem imun tubuh memproduksi antibodi tertentu.
  • Meski jarang terjadi, beberapa jenis kanker juga bisa memicu respons autoimun.

Di sisi lain, sejumlah faktor yang bisa meningkatkan risiko terjadinya autoimmune encephalitis adalah sebagai berikut:

  • Berjenis kelamin wanita.
  • Orang dewasa muda.
  • Kalangan ras kulit hitam diketahui lebih berisiko mengalami kondisi ini. Namun, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hal tersebut.

Gejala Ensefalitis Autoimun

Gejala autoimmune encephalitis dapat muncul selama beberapa hari atau minggu. Gejalanya juga bisa bervariasi, tergantung pada jenisnya. Pada tahap awal, autoimmune encephalitis mungkin disertai dengan gejala yang menyerupai flu, seperti sakit kepala, demam, mual, serta nyeri otot.

Selengkapnya Di Tvtogel

Gejala yang sering ditemui pada penyakit ini adalah kehilangan memori, psikosis, penurunan kesadaran, hingga kejang yang berlangsung selama beberapa minggu sampai 3 bulan. Kondisi ini juga bisa menimbulkan gejala gangguan mental lainnya yang hilang timbul.

Pada kasus yang parah, penderita ensefalitis autoimun bahkan dapat mengalami kehilangan kesadaran atau koma. Adapun beberapa gejala umum dari kondisi ini adalah:

  • Gangguan memori.
  • Tubuh melakukan gerakan yang tidak biasa dan tidak disengaja.
  • Diskinesia wajah (otot wajah bergerak secara tidak sadar).
  • Gangguan keseimbangan dan berbicara.
  • Gangguan fungsi penglihatan.
  • Insomnia.
  • Kelemahan atau mati rasa.
  • Kejang.
  • Gangguan cemas atau serangan panik (panic attack).
  • Berperilaku kompulsif.
  • Perubahan suasana hati atau mood.
  • Katatonia.
  • Perubahan perilaku, seperti agitasi, euforia, atau ketakutan secara berlebihan.
  • Halusinasi.
  • Paranoid.

Diagnosis Ensefalitis Autoimun

Diagnosis ensefalitis autoimun mungkin akan sulit ditegakkan, mengingat kondisi ini tergolong langka dan gejalanya menyerupai gangguan kesehatan mental lainnya. Meski demikian, dokter dapat melakukan wawancara medis (anamnesis) dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh untuk menegakkan diagnosis autoimmune encephalitis.

Di samping itu, beberapa pemeriksaan tambahan yang dapat digunakan dalam membantu mengonfirmasi diagnosis kondisi ini adalah:

  • Tes darah.
  • Tes pencitraan, seperti USG perut (untuk menyingkirkan kemungkinan adanya tumor) dan MRI otak.
  • Electroencephalogram (EEG).
  • Pungsi lumbal untuk memeriksa cairan serebrospinal (cairan bening yang berada di sekitar otak dan sumsum tulang belakang) guna memeriksa infeksi serta peradangan di otak.

Secara umum, diagnosis autoimmune encephalitis dapat ditegakkan jika pasien telah memenuhi tiga kondisi berikut ini:

  • Onset subakut (terjadi dalam kurun beberapa minggu, namun kurang dari 3 bulan) dan mengalami perubahan kesadaran, kepribadian, kehilangan memori, lemas, atau gangguan kesehatan mental lainnya.
  • Mengalami setidaknya salah satu dari kondisi berikut ini:
  • Mati rasa, kelemahan, atau kelumpuhan yang memengaruhi anggota tubuh atau bagian tubuh tertentu.
  • Kejang yang tidak bisa dijelaskan oleh kondisi lain.
  • Tingginya kadar sel darah putih dalam cairan serebrospinal.
  • MRI otak menunjukkan tanda-tanda peradangan.
  • Telah mengesampingkan kondisi medis lain.

Pengobatan Ensefalitis Autoimun

Pengobatan autoimmune encephalitis cenderung bervariasi tergantung pada tingkat keparahannya. Namun, penanganan yang dilakukan sedini mungkin dapat meredakan gejala dan meminimalkan risiko terjadinya komplikasi. Secara umum, beberapa metode yang kerap digunakan untuk menangani kondisi ini adalah:

  • Pemberian steroid untuk mengurangi peradangan di otak serta mengelola respons sistem imun tubuh.
  • Tindakan pembedahan untuk mengangkat teratoma.
  • Plasma exchange, yaitu prosedur yang dilakukan dengan mengeluarkan dan mengganti cairan dalam darah untuk menghilangkan antibodi yang menyerang jaringan sehat.
  • Intravenous immunoglobulin (IVIG) yang diberikan melalui infus untuk memasukkan antibodi dari plasma donor yang sehat.
  • Pemberian obat imunosupresan apabila pengobatan lain tidak efektif untuk menekan respons sistem imun tubuh.
  • Pemberian obat untuk mengatasi gejala kejang dan gejala gangguan kesehatan mental yang muncul.

Selengkapnya Di Tvtogel

Komplikasi Ensefalitis Autoimun

Ensefalitis autoimun adalah penyakit yang bisa bersifat progresif (dapat memburuk seiring berjalannya waktu) atau relapsing-remitting (dengan serangan dan periode pemulihan secara bergantian).

Meskipun sebagian ensefalitis autoimun responsif terhadap pengobatan, penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi serius jika tidak diobati atau terdapat penundaan dalam melakukan pengobatan. Beberapa komplikasi yang bisa terjadi adalah:

  • Gangguan kognitif.
  • Gangguan tidur.
  • Disfungsi atau gangguan saraf otonom.
  • Amnesia persisten.
  • Koma.
  • Status epileptikus.
  • Cedera otak permanen.

Ensefalitis autoimun merupakan kondisi yang perlu segera ditangani dengan tepat agar tidak berdampak pada kualitas hidup penderitanya. Oleh karena itu, jika mengalami gejala-gejala ensefalitis autoimun seperti ulasan di atas, Anda sebaiknya segera berkonsultasi dengan Dokter Spesialis Neurologi dari Siloam Hospitals untuk mendapatkan diagnosis dan tindakan medis yang tepat.