Hipomania adalah gangguan suasana hati yang ditandai dengan munculnya rasa semangat atau rasa bahagia yang tinggi melebihi biasanya. Kondisi ini kerap dialami oleh penderita gangguan bipolar, khususnya bipolar tipe 2. Mari ketahui gejala, penyebab, hingga cara mengatasi hipomania melalui ulasan di bawah ini.

Apa itu Hipomania?

Seperti yang sudah dijelaskan, hipomania adalah gangguan suasana hati yang membuat seseorang merasa bersemangat dan lebih aktif daripada biasanya. Hipomania sering kali menjadi gejala bipolar, namun bisa juga menjadi gejala dari kondisi mental lainnya.

Pada kondisi ini, seseorang mengalami perubahan suasana hati, emosi, tingkat energi, dan aktivitas yang tidak normal. Perubahan energi ini umumnya berlangsung selama minimal empat hari. Biasanya, kondisi ini tidak disadari oleh diri sendiri, melainkan orang lain.

Perbedaan Mania dan Hipomania

Mania dan hipomania sering kali dianggap sebagai satu kondisi yang sama. Padahal, keduanya memiliki perbedaan yang signifikan. Hipomania hanya berlangsung selama beberapa hari (umumnya empat hari), berbeda dengan mania yang minimal bisa berlangsung selama satu minggu.

Selain itu, hipomania umumnya tidak sampai memengaruhi kehidupan sosial, seperti pekerjaan atau sekolah. Sedangkan, mania dapat menimbulkan sejumlah gejala yang bisa berdampak pada kehidupan sosial. Seseorang yang mengalami mania mungkin memerlukan penanganan dari dokter.

Penyebab Hipomania

Belum diketahui secara pasti apa penyebab hipomania. Kendati demikian, terdapat beberapa faktor yang diduga berperan pada kondisi ini. Setiap orang mungkin memiliki faktor yang berbeda-beda. Adapun beberapa faktor risiko hipomania adalah sebagai berikut:

  • Terdapat keluarga dengan riwayat gangguan bipolar.
  • Ketidakseimbangan senyawa kimia di dalam otak.
  • Efek samping alkohol, narkoba, atau obat-obatan lainnya, seperti obat antidepresan.
  • Perubahan signifikan dalam hidup, misalnya perceraian, pindah rumah, atau kematian orang terdekat.
  • Memiliki masalah kehidupan, misalnya masalah ekonomi, masalah keluarga, dan lain sebagainya.
  • Trauma masa lalu, misalnya pernah menjadi korban kekerasan.
  • Stres berlebihan dan tidak mampu mengelolanya.
  • Perubahan pola tidur atau kurang tidur.
  • Situasi atau lingkungan yang memberikan stimulasi berlebih, misal lampu yang sangat terang, suasana ramai, kerumunan besar, sumber suara bising.
  • Menderita gangguan mental tertentu, seperti seasonal affective disorder atau skizoafektif.
  • Menderita kondisi medis tertentu yang memengaruhi fungsi neurologi, seperti tumor otak, cedera otak, stroke, demensia, lupus, atau ensefalitis (radang otak).

 

Gejala Hipomania

Umumnya, penderita tidak menyadari bahwa dirinya sedang berada dalam episode hipomania. Namun, perubahan signifikan pada penderita bisa langsung disadari oleh orang-orang di sekitarnya. Adapun beberapa gejala yang biasanya ditunjukkan oleh penderita hipomania adalah sebagai berikut:

  • Lebih berenergi daripada biasanya, meski sebelumnya penderita kurang tidur atau bahkan tidak tidur sama sekali.
  • Terlalu banyak bicara, namun ucapannya tidak jelas. Penderita mungkin bercerita mengenai topik yang tidak saling berkaitan atau membuat lelucon terus-menerus.
  • Melakukan kebiasaan di luar kegiatannya sehari-hari, misalnya membersihkan rumah sepanjang hari.
  • Memiliki rasa percaya diri yang tinggi, bahkan tidak segan menyombongkan kehebatannya.
  • Belanja secara impulsif, misalnya menghabiskan uang untuk membeli barang yang tidak penting.
  • Mempunyai hasrat seksual yang tinggi, bahkan tak segan melakukan hubungan seksual yang berisiko atau tidak aman.

Setelah episode hipomania berakhir, penderita biasanya akan mengalami beberapa kondisi berikut ini:

  • Merasa senang atau malu dengan perbuatannya.
  • Merasa kelelahan dengan semua aktivitas yang dilakukan secara sadar sebelumnya.
  • Hanya memiliki sedikit ingatan mengenai hal-hal yang terjadi selama episode hipomania berlangsung.
  • Merasa sangat lelah dan butuh tidur.
  • Merasa tertekan, bila hipomania merupakan bagian dari gangguan bipolar.

Diagnosis Hipomania

Dalam proses penegakan diagnosis hipomania, dokter akan terlebih dahulu melakukan wawancara medis (anamnesis) tentang gejala dan riwayat kesehatan pasien beserta keluarga. Selain itu, dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh.

Selengkapnya Di https://165.232.169.149/

Selanjutnya, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan, misalnya seperti tes darah atau body scan untuk menyingkirkan kemungkinan kondisi medis lain yang memiliki gejala mirip hipomania, sebagai contoh hipertiroidisme.

Bila melalui serangkaian tes penunjang tidak ditemukan kondisi medis tertentu dan dicurigai mengidap hipomania, pasien akan dirujuk untuk berkonsultasi ke dokter spesialis kedokteran jiwa. Guna mengonfirmasi diagnosis hipomania, dokter spesialis kedokteran jiwa akan membandingkan gejala pasien dengan kriteria yang tercantum dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5). Kriteria tersebut, di antaranya:

  • Menunjukkan ekspresi abnormal, disertai tingkat energi dan aktivitas yang tinggi setidaknya selama empat hari berturut-turut.
  • Mengalami tiga atau lebih gejala yang menunjukkan perubahan ekstrem dari perilaku penderita biasanya.
  • Episode hipomania tidak cukup parah, sehingga tidak mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, atau sekolah. Pasien juga tidak perlu dirawat di rumah sakit.
  • Tidak disebabkan oleh obat-obatan atau kondisi medis tertentu.
  • Hipomania tidak disertai dengan delusi maupun halusinasi. Bila seseorang mengalami kondisi tersebut, maka didiagnosis sebagai mania.

Cara Mengatasi Hipomania

Pengobatan paling umum untuk hipomania adalah pemberian terapi obat yang disebut dengan mood stabilizer. Adapun beberapa jenis obat yang biasanya diresepkan oleh dokter spesialis kedokteran kejiwaan untuk kondisi hipomania adalah sebagai berikut:

  • Antipsikotik (mengurangi gejala hipomania dan membantu obat lain bekerja secara maksimal).
  • Benzodiazepin (obat anticemas).
  • Lithium (menstabilkan suasana hati).
  • Asam valproat (obat antikejang).

Selain itu, penderita juga disarankan untuk melakukan perubahan gaya hidup, seperti menghindari stimulan yang dapat memicu terjadinya hipomania (misalnya, kafein, gula, atau situasi keramaian), makan dengan teratur, rutin berolahraga, dan tidur yang cukup (7–9 jam per malam).