Bartholin merupakan kelenjar yang berada di kedua sisi bibir vagina yang berfungsi mengeluarkan cairan pelumas saat berhubungan seksual. Sementara kista bartholin adalah kista atau benjolan berisi cairan yang tumbuh di daerah tersebut.

Lantas, apa pemicu tumbuhnya kista bartholin atau yang disebut juga dengan bartholin’s cyst? Simak penjelasan lengkapnya melalui ulasan di bawah ini.

Apa itu Kista Bartholin?

Bartholin adalah sepasang kelenjar berukuran 0,5 cm yang terletak di bagian kanan bawah dan kiri bibir vagina pada posisi jam 4 dan jam 8. Kelenjar ini berukuran kecil sehingga tidak mudah terdeteksi oleh tangan atau mata. Kelenjar Bartholin berfungsi mengeluarkan cairan yang berperan sebagai pelumas saat berhubungan seksual.

Sedangkan  kista bartholin atau bartholin’s cyst adalah benjolan berisi cairan yang tumbuh di kelenjar bartholin (biasanya hanya di salah satu sisi bibir vagina). Ukuran kista ini biasanya sangat kecil dan tidak menimbulkan rasa nyeri, sehingga tidak mudah terdeteksi oleh tangan maupun terlihat oleh mata.

Penyebab Kista Bartholin

Bartholin’s cyst terjadi ketika saluran pada kelenjar bartholin mengalami penyumbatan. Saat mengalami sumbatan, cairan akan menumpuk dan mengendap di dalam saluran atau masuk kembali ke dalam kelenjar. Seiring waktu, hal tersebut dapat menyebabkan kelenjar membengkak dan memicu tumbuhnya kista.

Kendati demikian, belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan saluran tersebut tersumbat. Namun, terdapat dugaan bahwa sumbatan bisa disebabkan oleh cedera, luka, iritasi berulang, atau operasi pada vagina.

Selain itu, infeksi menular seksual, seperti klamidia dan gonore juga dapat meningkatkan risiko terbentuknya bartholin’s cyst. Kista ini juga sering dikaitkan dengan infeksi bakteri Escherichia coli (E. coli)

Kista bartholin lebih sering terjadi pada wanita yang telah dan masih aktif berhubungan seksual, yaitu antara usia 20–30 tahun. Namun, tak menutup kemungkinan bahwa kondisi ini menyerang wanita di semua kalangan usia.

Gejala Kista Bartholin

Pada awalnya, kista ini cenderung berukuran sangat kecil sehingga sulit terdeteksi dan tidak disadari oleh penderitanya. Namun, kista dapat berkembang menjadi benjolan berisi cairan yang terasa lunak dan semakin membesar hingga menimbulkan rasa nyeri atau tidak nyaman di area vagina, terutama saat penderitanya duduk, berjalan, atau berhubungan seksual.

Selain rasa nyeri dan tidak nyaman, jika kista mengalami infeksi, beberapa gejala lain yang dapat muncul adalah sebagai berikut:

  • Pembengkakan, kemerahan, dan muncul sensasi panas di bibir vagina.
  • Demam.
  • Keluar nanah dari area vagina (bila kista menjadi abses).

 Diagnosis Kista Bartholin

Dalam menegakkan diagnosis kista bartholin, dokter akan melakukan anamnesis (wawancara medis) terlebih dahulu untuk mengetahui gejala atau keluhan yang dialami oleh pasien. Kemudian dokter akan melakukan pemeriksaan fisik pada panggul dan vagina untuk melihat kondisi kista secara langsung. Biasanya dokter akan menemukan benjolan di salah satu sisi bibir vagina selama pemeriksaan fisik.

Kista bartholin sering kali tidak memerlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut. Namun, apabila diperlukan, dokter dapat melakukan beberapa pemeriksaan penunjang lainnya, seperti:

  • Swab test apabila terdapat cairan atau sekret yang keluar dari benjolan untuk mendeteksi ada atau tidaknya infeksi menular seksual.
  • Biopsi untuk mendeteksi sel-sel abnormal yang berpotensi sebagai kanker.

Pengobatan Kista Bartholin

Pengobatan kista bartholin disesuaikan dengan ukuran kista dan gejala yang muncul. Pada kista yang berukuran kecil dan tidak menimbulkan nyeri atau keluhan lain biasanya tidak memerlukan pengobatan medis tertentu.

Sebagai langkah penanganan awal di rumah, beberapa hal yang bisa dilakukan oleh penderita bartholin’s cyst adalah sebagai berikut:

  • Menjaga kebersihan organ kelamin dan menghindari kondisi lembap untuk mencegah infeksi bakteri atau jamur.

  • Mandi air hangat selama 10–15 menit untuk membantu mengurangi gejala bengkak dan nyeri.

  • Memberikan kompres air hangat di sekitar area vagina untuk membantu meredakan gejala nyeri.

  • Jika keluar nanah, segera bersihkan dengan air bersih yang mengalir dan keringkan sebaik mungkin.

Namun, bila ukuran kista semakin membesar dan menimbulkan gejala atau mengalami infeksi dan berkembang menjadi abses, beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasinya adalah sebagai berikut:

  • Berendam di air hangat atau sitz bath, pasien diminta duduk berendam pada air hangat setinggi pinggul selama 3–4 hari untuk mengurangi rasa nyeri dan tidak nyaman. Prosedur ini umumnya digunakan untuk mengatasi kista yang masih berukuran kecil dan dapat dilakukan secara mandiri di rumah.
  • Pemberian obat antinyeri, seperti parasetamol.
  • Obat antibiotik, diberikan pada pasien yang mengalami infeksi.
  • Operasi insisi dan drainase, tindakan ini dilakukan untuk mengeluarkan cairan atau nanah (bila ada) pada kista yang berukuran besar. Operasi dilakukan dengan membuat sayatan kecil (insisi) pada kista agar cairan nanah di dalamnya dapat keluar.
  • Pemasangan kateter, dilakukan untuk mengeluarkan cairan nanah. Pada prosedur ini, sayatan kecil dibuat untuk memasukkan kateter ke dalam kista. Setelah itu, balon dikembangkan untuk menjaga agar kateter tidak lepas dan dapat bertahan selama 2–6 minggu.
  • Marsupialisasi kista, dilakukan dengan membuat sayatan untuk mengeluarkan cairan atau nanah dari benjolan, kemudian dokter akan menjahit ujung sayatan sehingga kista tetap terbuka.
  • Pengangkatan kelenjar bartholin, prosedur ini dilakukan jika beberapa upaya di atas tidak berhasil serta untuk mencegah kekambuhan.

Selengkapnya Di Cvtogel 

Selama proses penyembuhan, penting untuk selalu menjaga kebersihan area kista sesuai dengan anjuran dokter dan menghindari aktivitas seksual.

Pencegahan Kista Bartholin

Mengingat penyebabnya belum diketahui secara pasti, kista bartholin sulit untuk dicegah. Namun, terdapat sejumlah cara yang bisa dilakukan oleh penderita guna menurunkan risiko terjadinya abses atau infeksi pada kista, antara lain:

  • Menjaga kebersihan organ intim dan membiasakan untuk membersihkan organ intim dari arah depan ke belakang menggunakan air bersih yang mengalir.
  • Menghindari mengenakan pakaian dalam dan celana yang terlalu ketat atau berbahan kasar.
  • Menggunakan kondom saat berhubungan seksual untuk mencegah infeksi menular seksual.