Skizofrenia katatonik adalah salah satu jenis gangguan kesehatan mental yang cukup serius karena dapat membuat seseorang tidak bisa membedakan antara imajinasi dan kenyataan. Kondisi ini bahkan dapat menyebabkan penderitanya berperilaku atau bergerak secara tidak wajar. Oleh karenanya, penting bagi setiap individu untuk mengenali apa itu skizofrenia katatonik dengan menyimak ulasan di bawah ini.

Apa itu Skizofrenia Katatonik?

Skizofrenia katatonik adalah salah satu jenis skizofrenia yang memiliki gejala utama berupa katatonia. Katatonia adalah sekelompok gejala berupa perilaku yang tidak normal, seperti tubuh bergerak secara berulang atau menjadi kaku. Sementara itu, skizofrenia adalah gangguan mental di mana penderita mengalami halusinasi, delusi, serta perubahan perilaku.

Penyebab Skizofrenia Katatonik

Belum diketahui secara pasti apa penyebab skizofrenia dengan gejala katatonik. Namun, para ahli menemukan bahwa orang-orang dengan kondisi ini memiliki aktivitas yang tidak biasa pada bagian otak tertentu, seperti forebrain dan hipotalamus yang berfungsi dalam mengatur pergerakan tubuh.

Kondisi ini juga bisa terjadi karena adanya ketidakseimbangan senyawa kimia di dalam otak serta gangguan komunikasi antararea pada otak. Di samping itu, beberapa faktor yang diduga dapat memicu seseorang mengalami skizofrenia dengan gejala katatonik adalah sebagai berikut:

  • Memiliki keluarga dengan riwayat skizofrenia.
  • Penyalahgunaan zat dan minuman beralkohol.
  • Kelainan kongenital pada otak.
  • Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti obat antipsikotik.

Gejala Skizofrenia Katatonik

Skizofrenia katatonik biasanya dapat menimbulkan gejala khas skizofrenia yang disertai dengan katatonia. Secara umum, terdapat lima gejala utama yang dapat dialami oleh penderita skizofrenia. Gejala-gejala tersebut, di antaranya sebagai berikut:

  • Halusinasi.
  • Delusi.
  • Kesulitan untuk berbicara dengan baik.
  • Perilaku yang tidak terkontrol
  • Gejala negatif lainnya, seperti tidak dapat merasakan emosi, tidak memiliki ketertarikan terhadap suatu hal, atau kehilangan minat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Di sisi lain, gejala yang termasuk dalam katatonia adalah sebagai berikut:

  • Agitasi (mudah merasa marah, kesal, atau gelisah tanpa alasan yang jelas).
  • Katalepsi (kaku pada seluruh tubuh).
  • Echolalia (latah atau kondisi ketika seseorang mengulangi suara atau ucapan yang dibuat oleh orang lain).
  • Echopraxia (kondisi saat seseorang meniru gerakan atau perilaku orang lain).
  • Grimacing (ekspresi wajah yang tidak normal, seperti menyeringai atau meringis, karena otot-otot wajah terasa kaku dan tegang).
  • Mannerism (kondisi ketika seseorang melakukan gerakan yang biasanya dianggap normal, namun dikerjakan dengan cara yang tidak biasa dan berlebihan).
  • Mutism (diam dan tidak berbicara sama sekali).
  • Negativism (keadaan di mana seseorang tidak merespons instruksi maupun rangsangan dari luar).
  • Posturing (posisi badan melawan gravitasi dalam jangka waktu yang lama).
  • Stereotypy (gerakan berulang yang dilakukan tanpa tujuan tertentu, seperti menggoyangkan jari atau menepuk tubuh).
  • Stupor (kondisi ketika seseorang tidak memberikan respons terhadap rangsangan apa pun meski dalam keadaan sadar).
  • Waxy flexibility (kondisi saat seseorang hanya melakukan sedikit atau menolak untuk mengubah posisinya. Setelah itu, otot-otot tubuh akan mengendur dan membuat tubuh meliuk secara tidak lazim).

Diagnosis Skizofrenia Katatonik

Sejak diterbitkannya buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ke-5 (DSM-5) pada tahun 2013, skizofrenia katatonik tidak lagi didiagnosis sebagai gangguan kesehatan mental tersendiri, melainkan merupakan bagian dari gangguan skizofrenia.

Selengkapnya Di CVTOGEL

Pasalnya, gejala katatonik tidak hanya terjadi pada penderita skizofrenia, namun juga pada kasus gangguan suasana hati, autisme, dan lain sebagainya. Meski demikian, katatonik memang lebih sering muncul pada penderita skizofrenia. Pada dasarnya, penegakan diagnosis skizofrenia dapat dilakukan dengan mengombinasikan beberapa metode, yaitu:

  • Anamnesis (wawancara medis) dan pemeriksaan fisik.
  • Pemeriksaan neurologis.
  • Tes laboratorium, seperti tes darah, tes urine, dan pemeriksaan cairan serebrospinal untuk memeriksa perubahan senyawa kimia dalam tubuh, infeksi, hingga paparan racun yang bisa memicu terjadinya gangguan skizofrenia.
  • Tes pencitraan, seperti CT scan dan MRI untuk memeriksa kondisi otak.
  • Electroencephalogram (EEG) untuk melihat aktivitas listrik di dalam otak. Prosedur ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kejang atau epilepsi yang bisa menyebabkan seseorang mengalami gejala katatonik.

Selanjutnya, dokter dapat menegakkan diagnosis skizofrenia dengan gejala katatonik apabila pasien skizofrenia setidaknya mengalami 3 dari 12 macam gejala katatonia yang telah dijelaskan di atas.

Pengobatan Skizofrenia Katatonik

Tujuan utama pengobatan skizofrenia dengan gejala katatonia adalah untuk meredakan dan mengendalikan gejala, serta meningkatkan kualitas hidup pasien. Metode pengobatan ini akan dilakukan sesuai dengan tingkat keparahan gejalanya. Apabila pasien mengalami gejala yang sangat parah, maka dokter akan menyarankannya untuk menjalani rawat inap di rumah sakit.

Selama pasien menjalani rawat inap, dokter akan memasangkan infus, oksigen, serta selang nasogastrik (NGT). Pasalnya, gejala katatonia terkadang dapat memengaruhi detak jantung, suhu tubuh, tekanan darah, serta membuat pasien tidak bisa mendapatkan asupan nutrisi yang cukup.

Jika pasien sedang mengonsumsi obat antipsikotik, dokter mungkin akan menyarankannya untuk berhenti mengonsumsi obat tersebut terlebih dahulu. Selain itu, beberapa metode pengobatan lain yang bisa dilakukan untuk menangani kondisi ini adalah sebagai berikut:

Pemberian obat-obatan. Pemberian obat-obatan merupakan tindakan pertama yang bisa dilakukan dokter untuk menangani gangguan skizofrenia dengan gejala katatonia. Beberapa jenis obat-obatan yang biasanya diberikan adalah:

  • Benzodiazepine suntik.
  • Alprazolam.
  • Diazepam.
  • Clorazepate.
  • Psikoterapi. Terapi ini dilakukan untuk membantu pasien dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Psikoterapi umumnya dilakukan jika pasien sudah dalam keadaan yang lebih stabil untuk memahami, menghadapi, serta beradaptasi dengan kondisinya.
  • Electroconvulsive therapy (ECT). Terapi yang menggunakan arus listrik rendah untuk dikirimkan ke otak melalui elektroda. Tujuannya adalah untuk menimbulkan kejang ringan yang bisa memengaruhi kadar senyawa kimia di dalam otak.
  • Transcranial magnetic stimulation (TMS). Dilakukan dengan mengirimkan energi magnet untuk merangsang dan mengaktifkan sel-sel saraf otak.

Komplikasi Skizofrenia Katatonik

Apabila tidak segera ditangani dengan tepat, skizofrenia katatonik berisiko menimbulkan sejumlah komplikasi serius terhadap kesehatan karena perilaku yang tidak wajar. Beberapa komplikasi yang bisa terjadi akibat perilaku yang tak wajar, di antaranya:

  • Dehidrasi.
  • Pneumonia aspirasi.
  • Terbentuknya gumpalan darah (emboli).
  • Malnutrisi.
  • Ulkus dekubitus.

Di sisi lain, skizofrenia sendiri dapat menimbulkan sejumlah komplikasi berikut ini:

  • Kecanduan minuman beralkohol.
  • Depresi berat.
  • Obsessive-compulsive disorder (OCD).
  • Memiliki keinginan untuk melakukan self harm atau bahkan bunuh diri.

Pencegahan Skizofrenia Katatonik

Pada dasarnya, skizofrenia katatonik adalah kondisi yang cenderung sulit untuk dicegah. Meski demikian, terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan untuk meminimalkan risiko terjadinya kondisi ini. Beberapa cara tersebut, di antaranya sebagai berikut:

  • Menerapkan pola hidup sehat sebaik mungkin, seperti mengonsumsi makanan sehat dengan gizi seimbang, rutin berolahraga, dan mengelola stres.
  • Berbicara dengan keluarga atau orang terdekat apabila terdapat hal-hal yang menimbulkan rasa cemas dan trauma.
  • Tidak merokok.
  • Melakukan teknik relaksasi, seperti bermeditasi secara rutin.

Skizofrenia katatonik adalah gangguan mental yang serius, sehingga sangat penting untuk segera menanganinya dengan tepat. Jika mengalami gejala-gejala yang mengarah pada kondisi ini, segera kunjungi Psikiatri di Siloam Hospitals untuk memperoleh diagnosis dan pengobatan yang sesuai kondisi tubuh.