Hemochromatosis atau hemokromatosis adalah gangguan kesehatan yang menyebabkan tubuh menyerap zat besi secara berlebihan dari makanan yang dikonsumsi. Pada dasarnya, zat besi akan disimpan pada organ dalam tubuh, seperti sumsum tulang, hati, jantung, dan pankreas. Karena itu, jika kadar zat besi melebihi batas normal, hal tersebut bisa menyebabkan penyakit liver, gangguan jantung, serta meningkatkan risiko diabetes. Simak ulasannya di bawah ini.

Apa itu Hemokromatosis?

Hemokromatosis adalah kondisi medis ketika kadar zat besi di dalam tubuh melebihi batas normal. Kondisi ini terjadi ketika tubuh menyerap zat besi dari makanan yang dikonsumsi secara berlebihan. Selain itu, hemokromatosis juga menyebabkan zat besi tidak bisa dikeluarkan dari dalam tubuh secara optimal.

Penyebab Hemokromatosis

Penyebab utama hemokromatosis adalah mutasi (perubahan) pada gen HFE. Gen tersebut berperan penting dalam mengatur penyerapan zat besi oleh tubuh. Mutasi gen ini bisa diturunkan dari kedua orang tua, meskipun orang tua tidak menunjukkan gejala tertentu. Hemokromatosis yang disebabkan oleh mutasi genetik ini disebut hereditary hemochromatosis.

Selain hereditary hemochromatosis, hemokromatosis juga dapat dibedakan menjadi beberapa jenis sesuai dengan penyebab yang mendasarinya. Berikut adalah uraian selengkapnya.

  • Juvenile hemochromatosis: Jenis hemokromatosis yang terjadi pada anak remaja. Penyebab juvenile hemochromatosis serupa dengan hereditary hemochromatosis, namun kondisi ini memengaruhi gen hemojuvelin atau hepcidin yang berfungsi meregulasi kadar zat besi dalam darah.
  • Neonatal hemochromatosis: Jenis hemokromatosis ini disebabkan oleh penyakit autoimun yang terjadi sejak dalam masa perkembangan janin. Neonatal hemochromatosis menyebabkan zat besi menumpuk dalam organ hati yang bisa mengakibatkan kematian dini pada bayi baru lahir.
  • Secondary hemochromatosis: Jenis hemokromatosis yang tidak disebabkan oleh kelainan genetik. Kondisi ini biasanya dialami oleh penderita anemia atau kondisi medis tertentu yang mengakibatkan penderita sering menjalani transfusi darah. Hal tersebut bisa menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi di dalam tubuh.
  • Selain itu, sejumlah faktor lain yang bisa meningkatkan risiko seseorang mengalami hemokromatosis adalah sebagai berikut:
  • Sedang menjalani transfusi darah jangka panjang, misalnya karena menderita penyakit talasemia.
  • Menderita gagal ginjal kronis dan perlu menjalani prosedur hemodialisis rutin.
  • Menderita penyakit liver kronis, seperti hepatitis C atau fatty liver.
  • Berjenis kelamin pria.
  • Berusia di atas 60 tahun.
  • Memiliki keluarga dengan riwayat kondisi serupa.
  • Memiliki keluarga dengan riwayat kondisi medis tertentu, seperti radang sendi, diabetes, atau serangan jantung (infark miokard).
  • Kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan.

Gejala Hemokromatosis

Hemokromatosis sering kali tidak menimbulkan gejala. Jika terdapat gejala, hemokromatosis biasanya dialami oleh penderita pada rentang usia 30–50 tahun. Namun, apabila menderita juvenile hemochromatosis, gejala mungkin akan muncul pada usia 15–30 tahun.

Selengkapnya Di pttogel

Pada wanita, kelebihan zat besi ini bisa terbuang melalui darah menstruasi yang keluar setiap bulan. Karena itu, gejala hemokromatosis biasanya baru muncul setelah penderita mengalami menopause. Adapun beberapa gejala umum dari hemokromatosis adalah:

  • Nyeri sendi.
  • Lemas.
  • Sakit perut.
  • Penurunan gairah seksual.
  • Kesulitan untuk mengingat sesuatu.
  • Penurunan berat badan tanpa alasan yang jelas.
  • Linglung.
  • Gangguan irama jantung.

Perubahan warna kulit menjadi keabu-abuan.

Gejala-gejala tersebut bisa semakin memburuk jika penderitanya juga mengonsumsi suplemen atau makanan yang mengandung vitamin C. Pasalnya, vitamin C bisa membantu meningkatkan proses penyerapan zat besi di dalam tubuh.

Diagnosis Hemokromatosis

Langkah awal yang dapat dilakukan oleh dokter dalam menegakkan diagnosis hemokromatosis adalah dengan melakukan anamnesis atau wawancara medis untuk mengetahui keluhan, riwayat kesehatan pasien dan keluarga, serta obat-obatan yang sedang dikonsumsi. Lalu, dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan fisik, terutama di area perut, untuk memeriksa jika terdapat pembengkakan pada organ hati dan limpa.

Apabila dicurigai menderita hemokromatosis, dokter dapat mengarahkan pasien untuk melakukan tes darah guna mengetahui kadar zat besi, serum transferrin saturation, dan serum ferritin di dalam darah. Setelah itu, dokter juga bisa melakukan tes genetik untuk mendeteksi perubahan atau mutasi pada gen HFE.

Guna membantu mengonfirmasi diagnosis, dokter dapat mengarahkan pasien untuk menjalani pemeriksaan tambahan, seperti:

  • Tes fungsi organ hati.
  • Tes pencitraan, seperti MRI.
  • Biopsi organ hati.

Pengobatan Hemokromatosis

Tujuan dari pengobatan hemokromatosis adalah untuk mengembalikan dan menjaga kadar zat besi normal di dalam tubuh, serta mencegah risiko terjadinya komplikasi akibat penumpukan mineral tersebut. Adapun beberapa prosedur medis yang dapat dilakukan untuk menangani hemokromatosis adalah:

Phlebotomy (prosedur pembuangan darah): Tindakan ini dilakukan seperti prosedur donor darah. Frekuensi dan jumlah darah yang dibuang akan tergantung pada usia dan kondisi pasien serta tingkat keparahan hemokromatosis. Untuk mengoptimalkan proses penyembuhan, pasien disarankan untuk menghindari konsumsi makanan atau minuman yang bisa meningkatkan kadar zat besi di dalam tubuh.

Pemberian obat-obatan tertentu: Dokter dapat memberikan obat kelasi (chelation) seperti deferiprone atau deferoxamine untuk membantu mengikat serta membuang kelebihan zat besi di dalam tubuh melalui urine maupun feses. Obat ini dapat diberikan oleh dokter jika pasien mengalami kondisi yang membuatnya tidak dapat menjalani prosedur phlebotomy, seperti karena menderita penyakit jantung atau talasemia.

Komplikasi Hemokromatosis

Penting untuk segera menangani hemokromatosis dengan tepat. Pasalnya, jika dibiarkan tanpa penanganan yang tepat, hemokromatosis bisa menyebabkan penumpukan zat besi pada beberapa organ dalam tubuh. Hal tersebut berisiko menimbulkan sejumlah komplikasi, seperti:

Gangguan sistem reproduksi, seperti gangguan menstruasi pada wanita atau impotensi pada pria.

Kerusakan organ hati, seperti sirosis hati.

Kerusakan organ pankreas. Kondisi ini bisa meningkatkan risiko terjadinya diabetes, mengingat organ pankreas berperan penting dalam produksi hormon insulin yang berfungsi mengontrol kadar gula darah di dalam tubuh.

  • Gangguan jantung, seperti aritmia hingga gagal jantung.
  • Radang sendi.
  • Pencegahan Hemokromatosis

Pada dasarnya, hemokromatosis adalah kondisi yang cenderung sulit dicegah. Namun, individu yang berisiko mengalami kondisi ini disarankan untuk menjalani pemeriksaan kesehatan ke dokter secara rutin agar kadar zat besi di dalam tubuh selalu terkontrol.