Hoarding disorder adalah gangguan perilaku di mana penderitanya sangat suka menimbun barang karena barang-barang tersebut dianggap berharga. Penderita hoarding disorder mungkin juga merasa aman ketika dikelilingi oleh tumpukan benda tersebut.

Penderita tidak selalu menimbun satu jenis barang saja, tetapi cukup beragam, mulai dari pakaian, koran, perlengkapan rumah tangga, atau benda lain yang cenderung sudah kotor dan rusak. Mari simak pembahasan selengkapnya tentang hoarding disorder di bawah ini.

Apa itu Hoarding Disorder?

Seperti yang telah dijelaskan, hoarding disorder adalah perilaku gemar menimbun benda-benda yang sudah kotor atau rusak. Sayangnya, banyak penderitanya yang tidak menyadari bahwa perilaku ini bermasalah, sehingga cenderung sulit untuk diobati.

Perilaku tersebut dilakukan karena penderita menganggap bahwa barang itu akan berguna di kemudian hari, mengingatkan pada suatu peristiwa, atau merasa aman ketika dikelilingi benda-benda tersebut. Kesulitan untuk membuang atau menjauhkan benda-benda yang dimiliki karena adanya keinginan yang kuat untuk menyimpannya.

Hoarding disorder dapat berkisar dari ringan hingga berat. Dalam beberapa kasus, penimbunan mungkin tidak berdampak banyak pada kehidupan penderita, sementara dalam kasus yang lain hal itu sangat memengaruhi aktivitas sehari-hari penderita. Prevalensi atau angka kejadian hoarding disorder adalah sekitar 2% dengan proporsi yang sama antara pria dan wanita.

Penyebab Hoarding Disorder

Belum diketahui secara pasti apa penyebab hoarding disorder. Namun, kondisi ini sering dikaitkan dengan sejumlah gangguan kesehatan mental, seperti obsessive-compulsive disorder (OCD), skizofrenia, dan depresi. Di samping itu, beberapa faktor yang juga diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya heading disorder adalah:

  • Tinggal sendirian.
  • Tidak menikah.
  • Memiliki riwayat masa kecil yang kekurangan, atau memiliki masalah terhadap anggota keluarga lainnya.
  • Tidak diajarkan bagaimana cara memilah dan memprioritaskan barang.
  • Terdapat keluarga dengan riwayat heading disorder.
  • Pernah ditinggalkan oleh orang yang disayang.
  • Pernah atau sedang mengalami masalah ekonomi.
  • Pernah kehilangan harta benda akibat bencana, kebakaran, atau hal lain.
  • Mengalami gangguan kognitif.

Gejala Hoarding Disorder

Gejala hoarding disorder biasanya dimulai pada masa remaja hingga awal dewasa. Penderita mungkin menimbun barang secara bertahap, hingga makin menumpuk, dan kesulitan untuk menyingkirkan barang-barang tersebut. Kondisi rumah yang berantakan sering kali membuat penderitanya menolak kehadiran teman, keluarga, ataupun orang lain ke rumah.

Selengkapnya Di Angkaraja

Secara umum, sejumlah gejala hoarding disorder adalah sebagai berikut:

  • Menimbun barang yang tidak memiliki nilai ekonomi, seperti amplop, surat-surat tagihan yang tidak terpakai.
  • Enggan membuang barang yang sudah rusak, kotor, atau tidak diperlukan lagi.
  • Tidak suka bila ada orang yang membersihkan tumpukan barangnya.
  • Merasa sangat terikat (secara ekstrem) terhadap barang-barang tersebut dan tidak memperbolehkan orang lain menyentuh atau meminjamnya.
  • Sering merasa cemas saat akan membuang barang yang tidak diperlukan.
  • Merasa tertekan bila barang miliknya disentuh oleh orang lain.
  • Timbunan barang mengganggu fungsi ruangan rumah.
  • Kesulitan melakukan pekerjaan sehari-hari, seperti memasak dan membayar tagihan.
  • Cenderung menjauhkan diri dari keluarga dan teman-temannya.

Hoarding disorder dianggap menjadi masalah signifikan jika jumlah barang sudah mengganggu aktivitas sehari-hari. Misalnya, penderita tidak bisa lagi menggunakan dapur, pergi ke kamar mandi, atau mengakses kamar karena terlalu banyak barang.

Kondisi ini juga dianggap signifikan bila sudah memengaruhi hubungan penderita dengan orang lain, misalnya penderita menjadi stres dan mengalami konflik terutama bila orang terdekatnya mencoba membantu dengan membereskan atau membuang barang-barangnya.

Adapun barang-barang yang biasanya ditimbun adalah sebagai berikut:

  • Koran dan majalah.
  • Buku.
  • Pakaian.
  • Selebaran dan surat, termasuk surat yang tidak terpakai.
  • Tagihan dan kwitansi.
  • Wadah, termasuk kantong plastik dan kotak kardus.
  • Perlengkapan rumah tangga.

Diagnosis Hoarding Disorder

Penderita hoarding disorder umumnya jarang memeriksakan diri ke dokter karena merasa tidak ada yang salah atau janggal dengan perilakunya. Jika keluarga atau orang terdekat Anda menunjukkan gejala kondisi ini, ajaklah mereka untuk berkonsultasi ke dokter.

Sebelum menegakkan diagnosis hoarding disorder, dokter akan melakukan anamnesis mengenai riwayat kesehatan pasien serta kebiasaannya menyimpan barang. Dokter biasanya juga menanyakan tentang kondisi rumah pasien kepada keluarga atau pendamping pasien.

Selengkapnya Di Angkaraja

Kemudian, dokter akan membandingkan gejala yang dialami pasien dengan karakteristik diagnosis hoarding disorder berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition (DSM-5). Menurut buku DSM-5, kriteria hoarding disorder adalah sebagai berikut:

  • Sulit membuang benda-benda yang sudah tidak terpakai.
  • Memiliki keinginan untuk menyimpan dan menumpuk banyak barang.
  • Tempat tinggal penderita penuh dengan benda, yang di antaranya mungkin saja membahayakan keselamatan maupun kesehatannya.
  • Kebiasaan menimbun barang bukan disebabkan oleh gangguan kesehatan lain.

Cara Mengatasi Hoarding Disorder

Penanganan hoarding disorder dapat dilakukan melalui terapi perilaku kognitif dan pemberian obat-obatan. Dalam sesi terapi perilaku kognitif, pasien akan dilatih untuk menahan keinginannya menimbun benda di dalam rumah. Terapi ini juga bisa melibatkan keluarga atau orang yang tinggal berdampingan dengan penderita.

Sementara itu, obat-obatan yang biasanya diresepkan oleh dokter untuk mengobati hoarding disorder adalah selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Obat tersebut akan diberikan bila pasien menderita gangguan kejiwaan lainnya, seperti gangguan kecemasan atau depresi.

Selain menjalani terapi dan mengonsumsi obat-obatan, pasien juga dianjurkan untuk menerapkan langkah-langkah mandiri berikut ini:

  • Memilah dan mengelompokkan barang-barang menjadi beberapa kategori, misalnya “dibuang’, “disimpan”, “didaur ulang”, dan lain-lain.
  • Membuang benda yang tertimbun secara bertahap, misalnya dimulai dari 5 barang per hari.
  • Menyumbangkan barang layak pakai kepada orang yang membutuhkan.
  • Meletakkan tempat sampah di setiap ruangan.
  • Tarik napas dalam-dalam setiap merasa tegang atau tidak nyaman saat membuang barang.

Hoarding disorder atau kebiasaan menimbun barang di rumah dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya. Akibat menimbun barang yang cenderung tidak terpakai dan kotor di dalam ruangan, maka kebersihan ruangan pun menjadi tidak terjaga. Hal ini bisa meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan, baik pada penderita maupun orang-orang yang tinggal bersamanya.