Hipersomnia adalah kondisi yang dapat membuat seseorang sangat mengantuk pada siang hari meski sudah mendapatkan waktu tidur yang cukup di malam harinya. Penderita hipersomnia bisa tertidur beberapa kali dalam sehari sehingga dapat memengaruhi kualitas hidupnya.
Untuk mengenal penyebab, gejala, diagnosis, hingga cara mengatasi hipersomnia selengkapnya, Anda dapat menyimak pembahasan berikut ini sampai tuntas.

Apa itu Hipersomnia?

Seperti yang sudah dijelaskan bahwa excessive daytime sleepines (EDS), hypersomnia, atau hipersomnia adalah suatu kondisi ketika seseorang merasa sangat mengantuk di siang hari meskipun waktu tidurnya di malam hari sudah cukup.

Selain itu, kondisi ini juga dapat membuat penderitanya kesulitan untuk bangun ketika sudah tertidur. Jika penderita hipersomnia tidur siang, biasanya akan terbangun dalam keadaan bingung dan disorientasi.

Penyebab Hipersomnia

Berdasarkan penyebab yang mendasarinya, hipersomnia dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hipersomnia primer dan hipersomnia sekunder. Berikut adalah masing-masing penjelasannya.

1. Hipersomnia Primer

Hipersomnia primer adalah jenis hipersomnia yang bukan muncul sebagai gejala dari kondisi medis tertentu. Penyebab hipersomnia primer tidak diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini diduga berkaitan dengan neurotransmitter atau senyawa kimia di dalam otak dan cairan serebrospinal. Terdapat empat kondisi yang diklasifikasikan sebagai hipersomnia primer, di antaranya sebagai berikut.

  • Narkolepsi tipe 1: Jenis hipersomnia yang disertai dengan katalepsi (kelemahan otot secara tiba-tiba yang dipicu oleh perubahan emosi) disebabkan oleh rendahnya kadar hipokretin (orexin) di
  • dalam otak dan cairan serebrospinal. Narkolepsi tipe 1 biasanya dialami oleh individu antara usia 10–25 tahun dan sering disertai dengan halusinasi atau sleep paralysis.
  • Narkolepsi tipe 2: Tipe narkolepsi yang tidak disertai dengan katalepsi. Kondisi ini biasanya menimbulkan gejala yang lebih ringan dibandingkan dengan narkolepsi tipe 1 dan memiliki kadar hypocretin normal. Narkolepsi tipe 2 biasanya dimulai pada masa remaja.
  • Kleine-Levin syndrome: Kondisi yang ditandai dengan episode hipersomnia ekstrem dan berulang yang bisa berlangsung selama 10 hari. Kondisi ini umumnya disertai dengan gangguan mental dan perilaku tertentu.
  • Idiopathic hypersomnia: Jenis hipersomnia yang tidak diketahui penyebab pastinya.

2. Hipersomnia Sekunder

Hipersomnia sekunder adalah rasa kantuk berlebih yang muncul sebagai gejala dari kondisi medis tertentu. Adapun sejumlah kondisi yang dapat menyebabkan seseorang mengalami hipersomnia sekunder adalah sebagai berikut.

  • Kondisi medis tertentu, seperti asma, hipotiroidisme, nyeri kronis, ensefalitis, multiple sclerosis, epilepsi, penyakit Parkinson, kanker, trauma kepala, tumor otak, dan lain sebagainya.
  • Gangguan tidur, seperti sleep apnea atau restless leg syndrome (keinginan tidak terkontrol untuk menggerakkan kaki).
  • Gangguan kesehatan mental, seperti anxiety disorder, depresi, bipolar disorder, dan lain sebagainya.
  • Penyalahgunaan NAPZA.
  • Kecanduan alkohol.
  • Efek samping obat-obatan sedatif, seperti antidepresan, antihistamin, diazepam, dan penghambat beta.

Gejala Hipersomnia

Gejala khas hipersomnia adalah rasa kantuk dan lelah sepanjang hari walaupun sudah mendapatkan waktu tidur yang cukup atau bahkan berlebihan (melebihi 10 jam) pada malam harinya. Selain itu, sejumlah gejala yang kerap muncul akibat hipersomnia adalah sebagai berikut.

  • Pusing dan sakit kepala.
  • Tidak nafsu makan.
  • Kelelahan ekstrem yang terjadi secara terus-menerus.
  • Rasa kantuk yang tidak kunjung mereda meskipun sudah tidur siang.
  • Mudah tersinggung dan gelisah.
  • Kesulitan untuk berkonsentrasi.
  • Kesulitan untuk berpikir, mengingat, dan berbicara cepat.
  • Halusinasi.

Komplikasi Hipersomnia

Hipersomnia yang tidak ditangani dengan tepat dan terjadi secara terus-menerus dapat membuat penderitanya kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Kondisi ini dapat menyebabkan seseorang tertidur saat bekerja dan bersekolah sehingga kerap menurunkan kualitas hidup penderitanya.

Bahkan, pada kasus yang lebih serius, hipersomnia juga dapat membuat seseorang tertidur saat sedang berkendara. Hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya cedera, trauma fisik, hingga kematian akibat kecelakaan lalu lintas.

Diagnosis Hipersomnia

Dalam menegakkan diagnosis hipersomnia, dokter dapat melakukan wawancara medis (anamnesis) terkait dengan keluhan dan riwayat kesehatan pasien. Dokter juga dapat melakukan pemeriksaan fisik dan menyarankan pasien untuk mencatat dan menggunakan alat sensor actigraphy guna memantau pola tidur pasien selama beberapa waktu.

Dasar yang digunakan dokter untuk menegakkan diagnosis hipersomnia biasanya mengacu pada pedoman kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-5). Adapun kriteria hipersomnia adalah sebagai berikut:

  • Mengalami rasa kantuk yang berlebihan meski telah tidur setidaknya 7 jam dan memiliki setidaknya 1 dari gejala tambahan berikut:
  1. Tertidur beberapa kali dalam hari yang sama.

  2. Tidur lebih dari 9 jam namun masih belum merasa segar dan terjaga.

  3. Tidak merasa terjaga sepenuhnya setelah terbangun secara tiba-tiba.

  • Mengalami hipersomnia setidaknya 3 kali seminggu selama minimal 3 bulan.
  • Hipersomnia menyebabkan gangguan yang signifikan pada fungsi kognitif, sosial, pekerjaan, atau fungsi lainnya.

Selanjutnya, sejumlah prosedur pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis hipersomnia adalah:

  • Polysomnography: Untuk memantau aktivitas listrik otak, gerakan mata, kadar oksigen, fungsi pernapasan, serta denyut jantung saat pasien tertidur.
  • Multiple sleep latency test: Guna mengukur lama waktu yang dibutuhkan pasien untuk mulai tertidur sekaligus menilai fase tidurnya.
  • Epworth sleepiness scale dan Stanford sleepiness scale: Kuesioner untuk menilai kondisi pasien hipersomnia.

Selain itu, dokter juga dapat melakukan sejumlah pemeriksaan penunjang untuk mengetahui kondisi medis tertentu yang menyebabkan hipersomnia. Beberapa pemeriksaan penunjang tersebut di antaranya sebagai berikut.

  • Tes darah.
  • CT scan.
  • MRI.
  • Electroencephalogram (EEG).

Cara Mengatasi Hipersomnia

Pengobatan hipersomnia perlu dilakukan sesuai dengan penyebab yang mendasarinya. Namun, beberapa metode yang umum dilakukan untuk menangani hipersomnia adalah sebagai berikut.

  • Pemberian obat-obatan tertentu yang membantu pasien untuk bisa lebih mudah tidur sesuai rekomendasi dokter.

  • Terapi perilaku kognitif untuk membantu mengurangi kecemasan karena tidak bisa tertidur.

  • Menyarankan pasien untuk mengubah pola tidur dengan cara tidur dan bangun pada waktu yang sama di setiap harinya.

Jika Anda memiliki keluhan terkait dengan gangguan tidur, sebaiknya segera lakukan konseling dengan psikolog atau psikiater melalui layanan ANGKARAJA . Layanan ini memungkinkan Anda untuk mendapatkan saran perawatan dari psikolog atau psikiater secara praktis, di mana saja dan kapan saja.