Kejadian ikutan pascaimunisasi atau KIPI adalah kejadian medis yang terjadi setelah imunisasi atau diduga berkaitan dengan imunisasi. Seseorang yang menunjukkan gejala medis setelah melakukan imunisasi perlu dilaporkan dan dievaluasi apakah gejala tersebut disebabkan oleh imunisasi. Lebih lanjut, laporan ini berguna untuk meningkatkan aspek keamanan vaksin.

Ingin tahu informasi selengkapnya mengenai KIPI atau kejadian ikutan pascaimunisasi? Mari simak penjelasannya melalui ulasan di bawah ini.

Apa itu KIPI (Kejadian Ikutan Pascaimunisasi)?

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kejadian ikutan pascaimunisasi adalah kondisi atau gejala medis yang muncul setelah pemberian imunisasi. Kondisi ini  diduga berkaitan dengan imunisasi itu sendiri.

Penyebab KIPI berbeda-beda, bisa karena vaksin itu sendiri, kesalahan dalam melakukan prosedur, kecemasan berlebihan terhadap vaksinasi, hingga kejadian koinsidental, seperti adanya penyakit kongenital yang diderita penerima vaksin. Setiap penyebab yang mendasari KIPI dapat menimbulkan reaksi yang berbeda-beda.

Gejala KIPI

Selain dibedakan menjadi dua kelompok, ringan dan berat, gejala KIPI juga diklasifikasikan menjadi beberapa jenis reaksi, mulai dari reaksi terkait vaksin, kesalahan prosedur, kecemasan terhadap imunisasi, hingga kejadian koinsidental. Berikut uraian selengkapnya.

1. Reaksi Terhadap Vaksin

Reaksi terhadap vaksin terbagi menjadi reaksi ringan dan berat. Reaksi ringan terbagi lagi menjadi reaksi lokal dan sistemik. Reaksi lokal meliputi nyeri di lokasi suntikan, kemerahan, dan pembengkakan. Sedangkan, reaksi sistemik meliputi demam, nyeri otot, lemas, pusing, dan penurunan nafsu makan.

Sementara itu, reaksi terhadap vaksin yang berat dapat mengancam nyawa, misalnya syok anafilaksis yang bisa terjadi 1 jam setelah vaksin diberikan. Interval reaksi berat dengan pemberian vaksinasi dapat bervariasi. Berikut uraian selengkapnya.

  • Trombositopenia akibat vaksin campak, terjadi 6–12 jam setelah vaksinasi.
  • Hypotonic hyporesponsive episode (HHE) akibat vaksin DTwP, muncul 24 jam pertama setelah vaksin.
  • Vaccine associated paralytic poliomyelitis (VAPP) akibat oral polio vaccine (OPV), terjadi 4–30 hari setelah imunisasi.
  • Infeksi sistemik fatal akibat vaksin BCG, muncul 1–12 bulan setelah imunisasi.

2. Reaksi Terkait Kesalahan Prosedur

Munculnya reaksi KIPI terkait kesalahan prosedur biasanya bersifat klaster. Dengan kata lain, terdapat dua atau lebih laporan terkait KIPI serupa, di waktu dan tempat yang sama, serta berasal dari batch vaksin yang sama. Adapun beberapa contoh kesalahan prosedur yang dilaporkan sebagai KIPI adalah sebagai berikut:

  • Suntikan menggunakan jarum suntik yang tidak steril: Dapat memicu reaksi infeksi lokal hingga sepsis, bahkan kematian.
  • Kekeliruan dalam menghitung volume campuran vaksin dengan cairan pelarut: Hal ini dapat menyebabkan abses lokal, efektivitas vaksin menurun, toxic shock syndrome, hingga kematian.

Selanjutnya Klik Di Epictoto

  • Suntikan dilakukan pada lokasi yang tidak tepat: Kesalahan ini berisiko menimbulkan reaksi lokal dan kerusakan saraf.
  • Transportasi dan penyimpanan vaksin yang keliru: Hal ini dapat menyebabkan penurunan efikasi vaksin dan munculnya reaksi lokal.

3. Reaksi Terkait Kecemasan Terhadap Imunisasi

Pada dasarnya, reaksi ini tidak berkaitan dengan produk vaksin itu sendiri. Reaksi kecemasan ini biasanya timbul akibat rasa takut akan disuntik. Selain ketakutan, pasien juga dapat menimbulkan gejala lain, seperti sesak napas, muntah, kejang, hingga pingsan (sinkop). Reaksi ini bisa terjadi pada sebelum maupun setelah imunisasi.

4. Koinsidental

Kejadian koinsidental pada KIPI adalah kejadian yang tidak disebabkan oleh vaksin maupun kesalahan prosedur. Kejadian ini umum ditemukan pada bayi dan anak, misalnya akibat adanya kelainan kongenital. Kejadian koinsidental sering kali mendasari timbulnya KIPI yang serius, bukan vaksin atau program imunisasi secara langsung.

Sayangnya, kejadian koinsidental ini dapat berpengaruh besar pada persepsi masyarakat terhadap imunisasi.

Diagnosis KIPI

Diagnosis KIPI dilakukan dengan mengevaluasi gejala medis yang muncul setelah penyuntikan vaksin. Proses diagnosis ini harus dibedakan dengan reaksi sistemik lainnya, seperti demam, kemerahan pada kulit, hingga munculnya lepuhan di area kulit. Dokter juga akan melakukan wawancara medis (anamnesis) untuk mengetahui tentang riwayat kesehatan pasien dan keluarganya.

Langkah Mengobati KIPI

Jika si Kecil mengalami KIPI, orang tua diharapkan untuk tidak panik dan tetap tenang dalam mengambil keputusan. Perlu diketahui bahwa kejadian ikutan pascaimunisasi adalah hal yang sangat umum terjadi pada orang yang baru menjalani vaksinasi. Bahkan, tidak hanya anak-anak, KIPI sebenarnya bisa dialami oleh semua kalangan usia.

Dilansir dari situs resmi Kemenkes, beberapa upaya yang dapat dilakukan ketika si Kecil mengalami kejadian ikutan pascaimunisasi atau KIPI adalah sebagai berikut:

  • Memastikan anak beristirahat dengan cukup.
  • Memberikan obat penurun demam jika diperlukan, namun harus sesuai dengan resep dokter.
  • Memastikan kebutuhan cairan tubuh anak tetap terpenuhi.
  • Bila diperlukan, orang tua bisa meletakkan kompres dingin di bagian tubuh anak yang terasa nyeri.

Pada kasus komplikasi tertentu, dokter dapat memberikan jenis obat-obatan lain, seperti obat antinyeri, penurun panas, antiradang, dan obat golongan kortikosteroid.

Itulah penjelasan mengenai kejadian ikutan pascaimunisasi atau yang dikenal dengan KIPI. Apabila Anda, kerabat, atau si Kecil menunjukkan gejala medis yang tidak biasa setelah menjalani vaksinasi, jangan ragu untuk segera berkonsultasi dengan dokter guna menghindari efek samping yang serius.